Raja Ampat – Situasi di Pulau Wayag, Raja Ampat, memanas setelah sejumlah warga mengusir wisatawan asing yang tengah berlabuh di perairan kawasan tersebut. Kejadian yang berlangsung pada Rabu, 11 Juni 2025, itu terekam dalam video yang tersebar luas di media sosial, menunjukkan warga menggunakan perahu motor menghampiri kapal wisata dan meminta para wisatawan untuk meninggalkan lokasi.
Kepala Dinas Pariwisata Raja Ampat, Ellen Risamasu, membenarkan kejadian itu. Menurutnya, kapal yang membawa rombongan wisatawan asing tiba di Pulau Wayag, namun kemudian diminta pergi oleh warga setempat. Sebagai langkah antisipasi, pemerintah daerah segera mengeluarkan imbauan agar wisatawan sementara waktu tidak mengunjungi kawasan Wayag dan Menyefun.
“Kepala daerah telah mengeluarkan imbauan agar wisatawan tidak berwisata ke Wayag dan Menyefun untuk sementara, sampai situasi dinyatakan aman,” ujar Ellen pada Kamis, 12 Juni 2025.
Ellen juga menyampaikan bahwa Bupati Raja Ampat, Orideko Iriano Burdam, telah turun langsung ke lokasi dan bertemu dengan warga untuk melakukan mediasi. Meski begitu, permintaan warga belum sepenuhnya terungkap dan masih menunggu tindak lanjut dari pemerintah daerah.
Di sisi lain, Kapolres Raja Ampat AKBP Jems Oktavianus Tegay menyebut insiden pengusiran wisatawan tersebut merupakan bagian dari reaksi masyarakat atas pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) terhadap empat perusahaan tambang di pulau-pulau kecil Raja Ampat. Ia menyatakan bahwa upaya mediasi oleh pihak kepolisian sempat dilakukan, namun mendapat penolakan dari warga.
“Setelah pemerintah mencabut izin empat perusahaan tambang, muncul gejolak. Kami sudah coba melakukan mediasi, tetapi ditolak oleh masyarakat,” kata AKBP Jems.
Untuk menghindari konflik lebih lanjut, aparat kepolisian bersama tim dari Mabes Polri dan Polda Papua Barat Daya telah dikerahkan ke wilayah tersebut guna melakukan pemantauan intensif.
Ketegangan ini bermula dari aksi pemalangan yang dilakukan oleh warga adat suku Kawei sejak Senin, 9 Juni 2025. Aksi tersebut dipicu oleh kabar pencabutan IUP milik PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dan tiga perusahaan lainnya. Tokoh adat Luther Ayelo menyebut pencabutan izin tambang nikel di wilayah adat mereka mengancam masa depan ekonomi masyarakat lokal, yang selama ini mengandalkan sektor pertambangan.
“Pemalangan dilakukan sebagai protes keras terhadap keputusan pemerintah yang dianggap tidak mempertimbangkan nasib ekonomi warga,” ungkap Luther pada Rabu, 11 Juni 2025.
Empat marga adat yang terlibat dalam aksi ini—Ayelo, Daat, Ayei, dan Arempele—mengaku akan terus bertahan hingga ada kejelasan sikap pemerintah. Hingga saat ini, akses wisata ke Pulau Wayag dan sekitarnya masih terganggu, sementara pihak berwenang berupaya mencari titik temu antara warga dan kebijakan pemerintah pusat.