Sukabumi – Kasus viral buruh pabrik di Sukabumi yang mengalami depresi berat usai di-PHK hanya tiga minggu bekerja terus menuai perhatian. Kali ini, DPRD Kabupaten Sukabumi melalui Komisi IV angkat bicara dan menegaskan sikap tegas terhadap dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses rekrutmen tenaga kerja.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi, Ferry Supriyadi, mengaku sangat prihatin melihat kondisi korban dan keluarganya. Ia berharap korban segera pulih, sekaligus menegaskan DPRD akan mendorong aparat penegak hukum menuntaskan kasus ini.
“Kasus ini jelas memprihatinkan. Bagaimana mungkin orang yang ingin bekerja justru harus membayar melalui pungutan liar. Kami di Komisi IV mengancam keras praktik pungli tersebut. Kami sudah komunikasi langsung dengan suami korban dan menerima beberapa petunjuk serta bukti untuk ditambahkan ke tim Saber Pungli,” tegas Ferry, Selasa (9/9/2025).
Ferry mengungkapkan, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Polres Sukabumi. Ia berharap dalam waktu dekat akan digelar perkara untuk menelusuri dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu, termasuk kemungkinan adanya oknum internal perusahaan.
“Insya Allah, mudah-mudahan segera ada perkembangan. Kalau terbukti ada keterlibatan internal perusahaan, ini harus jadi cerminan agar semua perusahaan lebih transparan dan tidak membiarkan pungli terjadi di lingkungannya,” ujarnya.
Lebih jauh, DPRD mengimbau masyarakat, khususnya para pencari kerja, untuk tidak ragu melapor jika mengalami pungli. Menurut Ferry, minimnya laporan membuat aparat sulit menindaklanjuti kasus-kasus serupa.
“Kami mendorong semua korban pungli untuk berani melapor, bukan hanya curhat di media sosial. Kalau tidak ada laporan resmi, penindakan akan sulit dilakukan. Jangan takut, karena pungli harus kita hentikan bersama-sama,” tegasnya.
Sebelumnya, Sukabumi diguncang video viral berdurasi 47 detik yang memperlihatkan seorang pria menceritakan kondisi istrinya. Sang istri disebut depresi berat setelah di-PHK oleh pabrik GSI, meski baru tiga minggu bekerja.
Dalam video itu, pria tersebut menyebut sang istri harus menjual motor dan membayar hingga Rp8,5 juta agar bisa diterima bekerja. Namun, belum lama bekerja, kontraknya diputus sepihak. Kondisi itu membuat sang istri murung, menangis, dan tak bisa diajak bicara.
Kasus ini, menurut DPRD, harus menjadi momentum untuk menata ulang sistem rekrutmen tenaga kerja di Kabupaten Sukabumi. Komisi IV berkomitmen mengawal proses hukum hingga tuntas, sekaligus mendorong perbaikan sistem agar kejadian serupa tidak terulang.
“Minimalisasi bahkan hilangkan pungli dari dunia pencari kerja di Sukabumi. Itu tujuan kami, agar hak-hak buruh terlindungi dan dunia usaha pun berjalan sehat,” tandas Ferry.