Jakarta — Dalam dunia musik Indonesia, dua nama legendaris yaitu Iwan Fals dan Ebiet G. Ade selalu menjadi bahan pembicaraan bukan hanya karena lagu-lagunya yang melekat di hati masyarakat, tetapi juga karena pandangan mereka terhadap bagaimana karya mereka dinyanyikan ulang atau dibawakan oleh musisi lain. Dalam sebuah konferensi pers bersama di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada 7 November 2025, keduanya menunjukkan bahwa meskipun berprofesi sama sebagai pencipta lagu, mereka memiliki filosofi yang berbeda dalam menghadapi versi baru dari lagu mereka.
“Boleh Dibawakan, Saya Syukur” — Pandangan Iwan Fals
Iwan Fals yang dikenal dengan lagu-lagu seperti “Bento”, “Ibu”, “Bongkar” hingga “Mata Indah Bola Pingpong” ini menyampaikan bahwa ia tidak keberatan bila karyanya dibawakan oleh penyanyi atau band lain. Dalam pernyataannya beberapa hari lalu, ia mengatakan:
“Alhamdulillah ya, saya nggak ada masalah. Saya yakin setiap orang punya keindahan sendiri.”
Bagi Iwan, interpretasi baru dari karyanya adalah fenomena alami — bahwa musik harus mengalir dan karya bisa hidup kembali melalui versi lain. Ia menganggap bahwa kebebasan interpretasi bisa menjadi hal positif:
“Saya tarik napas dan berpikir pasti ada keindahan yang saya belum tahu.”
“Ada Risiko Identitas Hilang” — Pandangan Ebiet G. Ade
Sementara itu, Ebiet G. Ade menunjukkan sikap berbeda. Meski tidak menutup kemungkinan karyanya dibawakan orang lain, ia mengungkapkan kekhawatiran bahwa lagu ciptaannya bisa kehilangan esensi dan identitas ketika diaransemen ulang terlalu jauh atau dibawakan dengan gaya yang jauh berbeda dari aslinya.
“Kami, pencipta lagu, tentu punya juga apa keinginan yang masih kami pegang teguh: bahwa lagu ini jangan sampai tiba-tiba jadi lagu yang tidak punya nilai.”
Ebiet menambahkan:
“Begitu dibuat dalam versi lain, dia bisa kehilangan identitasnya.”
Perbedaan pandangan antara Iwan dan Ebiet ini menunjukkan dua posisi yang berbeda dalam menghadapi karya musik yang “hidup ulang”.
Dari sisi Iwan: Lebih terbuka, melihat pembawaan ulang sebagai bagian dari kehidupan karya yang panjang.
Dari sisi Ebiet: Lebih protektif terhadap hak dan makna asli karya, khawatir bahwa interpretasi baru justru bisa mereduksi pesan atau karakter lagu.
Keduanya hadir dalam konferensi pers yang sama dan saling menghormati. Ebiet mengakui memang pandangannya berbeda dari Iwan.
Menariknya, perbedaan pandangan ini tidak menghentikan keduanya untuk berkolaborasi. Kedua maestro ini baru saja merilis ulang lagu “Ibu” (karya Iwan) dan “Titip Rindu Buat Ayah” (karya Ebiet) bersama.
Dalam konser serta media, mereka menegaskan bahwa persaingan dalam karya tidak berarti permusuhan:
“Kita berseteru dalam karya, tapi faktanya kita bersahabat,” ujar Ebiet dalam penampilan bersama mereka.
Fenomena ini bukan hanya sekadar persoalan ego pencipta atau hak cipta, tetapi tentang bagaimana karya musik melewati generasi, interpretasi ulang, dan bagaimana pencipta menjaga nilai serta integritas karya mereka. Di era digital dan aransemen ulang yang sangat mudah, pandangan seperti yang diungkap Ebiet menjadi penting sebagai pengingat bahwa lagu bukan hanya nada dan lirik, tetapi juga pesan yang terkandung.
Sementara itu, pandangan Iwan menunjukkan bahwa musik juga bisa hidup dinamis dan terbuka bagi generasi baru untuk meneruskannya. Bagi penggemar dan industri musik Indonesia, dialog pandangan ini menjadi salah satu refleksi bagaimana menghargai karya lama sambil memberi ruang bagi pencipta baru.
Dalam satu ruang konferensi pers, dua ikon musik Indonesia mengungkap sisi yang berbeda dari kehidupan karya: kebebasan interpretasi vs. pelestarian makna. Iwan Fals dengan sikap terbukanya, dan Ebiet G. Ade dengan kewaspadaannya terhadap identitas lagu, memberi kita pelajaran bahwa setiap lagu besar tidak hanya akan dikenang karena melodinya, tetapi juga karena keberanian penciptanya menjaga esensi, ataupun menerima reinterpretasi di zaman yang terus berubah.
Dalam akhirnya, mungkin yang terbaik adalah keseimbangan: memberi ruang bagi karya untuk bergerak, namun tetap menghormati akar dan pesan yang melahirkan lagu tersebut.
(Raihan)












