KASUKABUMI— Ribuan pedagang pakaian bekas atau thrifting online di Indonesia dilanda kecemasan setelah beberapa platform e-commerce besar memblokir aktivitas jual beli produk impor bekas sejak awal November 2025.
Langkah ini dilakukan menyusul kebijakan pemerintah yang menegaskan larangan impor pakaian bekas demi melindungi industri tekstil dalam negeri.
Namun di sisi lain, kebijakan mendadak itu justru membuat banyak pelaku usaha kecil kehilangan pendapatan, bahkan terancam rugi karena dana hasil penjualan mereka tertahan di sistem.
“Sejak akun saya diblokir, uang hasil penjualan belum bisa dicairkan. Sudah hampir seminggu, padahal saya perlu bayar modal dan ongkos kirim,” ujar Siti Rahma (28), salah satu penjual thrift shop asal Bandung, saat diwawancarai pada Selasa (11/11/2025).
Kebijakan Pemerintah dan Dampaknya
Kementerian Perdagangan sebelumnya menegaskan bahwa impor pakaian bekas melanggar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Impor. Pemerintah beralasan bahwa kebijakan ini bertujuan menjaga kualitas produk dalam negeri dan mencegah masuknya barang tekstil ilegal.
Namun, bagi ribuan penjual yang menggantungkan hidup dari bisnis thrifting online, kebijakan tersebut menjadi pukulan berat. Mereka mengaku tidak mendapat pemberitahuan resmi sebelum akun mereka diblokir atau toko mereka ditutup oleh pihak platform.
“Kami tidak menolak aturan pemerintah, tapi tolong beri masa transisi. Banyak pedagang kecil yang modalnya habis di stok barang,” kata Rizky Ananda, pengelola toko thrift di Surabaya yang kini berhenti berjualan karena kebijakan tersebut.
Dana Penjualan Tertahan
Sejumlah penjual mengeluhkan dana mereka masih tertahan di sistem pembayaran digital platform.
Beberapa menyebut saldo penjualan mereka belum bisa dicairkan karena proses verifikasi yang memakan waktu akibat pemblokiran massal.
“Kami sudah lapor ke pihak e-commerce, tapi katanya harus menunggu kebijakan pusat. Sementara itu, saldo saya hampir Rp5 juta belum cair,” ungkap Della Permata, penjual pakaian bekas impor asal Yogyakarta.
Pihak Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) membenarkan adanya proses penangguhan pencairan dana, namun menegaskan bahwa hal tersebut hanya bersifat sementara.
“Kami sedang berkoordinasi dengan pemerintah agar pedagang tidak dirugikan. Uang hasil transaksi akan dikembalikan sesuai ketentuan, tetapi perlu waktu verifikasi karena banyak akun yang terdampak,” jelas Bima Lestari, perwakilan idEA dalam konferensi pers, Rabu (12/11/2025).
Upaya Penyesuaian dan Alternatif
Beberapa pedagang mulai beralih menjual pakaian lokal atau vintage hasil daur ulang. Namun, tidak sedikit yang mengaku kesulitan karena perbedaan minat pasar dan margin keuntungan yang lebih kecil.
“Kami sudah coba jual baju lokal, tapi pembelinya sepi. Konsumen masih mencari merek impor seperti Zara, Uniqlo, atau H&M bekas,” kata Aldi Gunawan, pemilik toko daring Thriftology.id.
Sementara itu, Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan siap membantu pedagang thrift beralih ke model usaha berkelanjutan, seperti produk daur ulang tekstil lokal.
“Kami sedang menyiapkan pelatihan dan insentif agar pelaku thrifting bisa beradaptasi tanpa bergantung pada impor pakaian bekas,” ujar Deputi Bidang UKM Kemenkop, Hanung Harimba Rachman.
Suara dari Netizen
Di media sosial, topik #ThriftShopDiblokir menjadi tren sejak Minggu lalu. Banyak warganet menilai kebijakan pemerintah terlalu mendadak tanpa solusi bagi pelaku usaha kecil.
Namun, sebagian lainnya mendukung larangan tersebut demi melindungi produk lokal.
“Kalau tujuannya baik, harusnya ada jalan tengah. Jangan sampai pedagang kecil jadi korban,” tulis akun X (Twitter) @fashionlokal.id.
Kebijakan larangan thrifting online kini memasuki tahap evaluasi. Pemerintah berjanji akan meninjau kembali implementasinya agar tidak menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat kecil, sambil tetap menjaga keseimbangan antara perlindungan industri nasional dan keberlangsungan ekonomi rakyat.
(Raihan)












