KASUKABUMI — Perdebatan panjang mengenai siapa yang sebenarnya wajib membayar royalti atas penggunaan karya cipta musik akhirnya menemukan titik terang. Setelah sekian lama terjadi perbedaan pendapat antara asosiasi musisi, kini Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) dan Vibrasi Suara Indonesia (VISI) sepakat bahwa penanggung jawab pembayaran royalti bukanlah penyanyi, melainkan penyelenggara acara atau event organizer (EO).
Kesepakatan tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Selasa (11/11/2025).
Sebelumnya, perdebatan muncul karena adanya tafsir berbeda mengenai istilah “pengguna hak cipta” yang dinilai masih bias.
AKSI sempat menilai penyanyi termasuk pengguna karya cipta, sedangkan VISI berpendapat bahwa pengguna sesungguhnya adalah pihak penyelenggara acara yang menampilkan karya tersebut ke publik.
> “Kita senang banget karena dari AKSI sudah menyatakan bahwa bukan penyanyi yang harus bayar royalti. Ini kemajuan besar dan mudah-mudahan akan melahirkan hal-hal positif ke depannya,” ujar Ariel NOAH, Wakil Ketua VISI, usai RDPU di kompleks DPR.
Sementara itu, Piyu Padi Reborn, Ketua Umum AKSI, menegaskan bahwa kesepakatan ini sejalan dengan Permenkumham Nomor 27 Tahun 2025, yang sudah menegaskan bahwa kewajiban pembayaran royalti berada di tangan penyelenggara acara, bukan pelaku atau penyanyi yang tampil.
> “Kalau kita lihat dari peraturan itu jelas, yang wajib membayar adalah penyelenggara. Tapi memang persoalannya selama ini ada ketidaktransparanan, kadang EO-nya sudah bubar, atau kabur, jadi pencipta bingung harus menagih ke siapa. Akhirnya ke penyanyi. Nah, itu yang perlu dibenahi,” jelas Piyu.
Kesepakatan antara AKSI dan VISI ini menjadi angin segar bagi para penyanyi yang selama ini merasa terbebani dengan tagihan royalti atas karya yang mereka bawakan, meskipun bukan mereka yang menyelenggarakan acara.
Langkah ini diharapkan dapat menjadi awal pembenahan sistem royalti musik di Indonesia, agar hak para pencipta terlindungi tanpa membebani pihak yang tidak semestinya.
(Nauval)












