Dugaan Pencemaran Lingkungan oleh Aktivitas Tambang Emas PT Golden, DPRD Desak Tindakan Tegas

Sukabumi – Adanya dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas tambang emas kembali menjadi sorotan berbagai pihak. Puluhan hektare sawah di Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, dikabarkan terdampak limbah tambang yang diduga berasal dari operasional PT Golden.

Merespons situasi ini, anggota DPRD Kabupaten Sukabumi dari Fraksi Partai Gerindra, Taofik Guntur, angkat bicara dan mendesak agar pemerintah mengambil tindakan tegas. “Langkah pertama, pemerintah harus menyelidiki secara menyeluruh. Jika terbukti kerusakan lingkungan dan kerugian masyarakat diakibatkan oleh aktivitas tambang PT Golden, maka perusahaan harus bertanggung jawab,” tegas Taofik.

Ia menambahkan bahwa tanggung jawab perusahaan tidak cukup hanya mengganti rugi masyarakat, tetapi juga melakukan pemulihan lingkungan. Jika ditemukan pelanggaran, Taofik mendesak agar izin operasional PT Golden dicabut. “Kalau memang ditemukan pelanggaran, maka kegiatan tambang harus dihentikan total. Pemkab bersama Pemprov harus berani mencabut izinnya. Namun, sebelum itu, perusahaan harus menyelesaikan semua kewajibannya kepada warga terdampak,” ujarnya.

Taofik juga mengkritik pengelolaan tambang oleh PT Golden yang dinilai buruk dan tidak profesional, serta abai terhadap dampak lingkungan. Ia menyebut reklamasi bekas tambang tidak jelas dan manajemen terkesan asal-asalan. “Akibatnya, masyarakat yang menanggung kerugian. Ini harus menjadi peringatan bagi semua pihak,” tegasnya.

Ia juga menyerukan introspeksi kepada para pelaku tambang ilegal atau gurandil, mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam mencari nafkah tanpa mengorbankan kelestarian alam. “Kita harus sadar, alam sudah menunjukkan tanda-tanda murka. Jangan sampai bencana terus berulang hanya karena kita abai menjaga lingkungan. Boleh mencari nafkah, tapi dengan cara yang bijak dan bertanggung jawab,” pesannya.

Taofik Guntur memperingatkan tentang maraknya pengolahan material tambang ilegal di berbagai titik di wilayah Sukabumi Selatan. Jika tidak ditertibkan, ia khawatir kawasan ini akan bernasib sama seperti Pongkor di masa lalu. “Cobalah berhenti sejenak, lihat keadaan sekitar. Kita bisa mencari nafkah dari sektor lain yang lebih ramah lingkungan. Kalau tetap memaksakan diri, maka siap-siap menanggung semua risikonya, termasuk murkanya alam dan proses hukum,” katanya.

Ia berharap kasus ini menjadi momentum untuk berbenah, bukan hanya bagi perusahaan dan pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. “Sudah saatnya kita berbenah. Kita ingin alam tetap bersahabat dan menjadi tempat kehidupan yang layak bagi anak cucu kita kelak,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *