Dunia Alami 57 Hari Tambahan Suhu Extream Sepanjang 2025, Negara Berkembang Termasuk Indonesia Jadi Paling Berdampak

Sukabumi, 23 Oktober 2025

Dunia tercatat mengalami tambahan 57 hari dengan suhu ekstrem sepanjang tahun 2025 dibandingkan rata-rata suhu pra-industri. Data ini dipublikasikan oleh World Meteorological Organization (WMO) dalam laporan iklim global terbarunya. Tren ini menunjukkan percepatan dampak krisis iklim yang semakin nyata, terutama di wilayah tropis dan negara-negara berkembang.

WMO mencatat peningkatan disebabkan oleh kombinasi pemanasan global, gelombang panas yang diperkuat oleh El Niño, dan tingginya indeks kekeringan di sejumlah kawasan agraris. Negara-negara berkembang menjadi pihak yang paling terdampak karena minimnya infrastruktur adaptasi iklim.

“Kenaikan durasi hari panas ekstrem tahun ini merupakan salah satu yang tertinggi dalam dua dekade terakhir. Dampaknya paling berat dirasakan negara-negara berkembang yang tidak memiliki perlindungan infrastruktur memadai,” ujar Prof. Maria Gonçalves, peneliti iklim senior WMO.

Dampak Langsung di Indonesia

Indonesia termasuk salah satu wilayah yang mengalami tekanan iklim signifikan akibat gelombang panas berulang. BMKG mencatat anomali suhu permukaan di beberapa provinsi mencapai +2,1°C hingga +2,7°C dari rata-rata jangka panjang.

• Efeknya mulai dirasakan pada:
• penurunan produktivitas petani akibat cuaca kering berkepanjangan,
• peningkatan kasus rawan dehidrasi dan ISPA,
• beban listrik meningkat karena penggunaan pendingin ruangan,
• naiknya risiko kebakaran hutan dan lahan gambut di Sumatra serta Kalimantan.

“Gelombang panas tahun ini tidak hanya soal suhu tinggi, tetapi juga soal durasi paparan panas yang makin panjang. Itulah yang meningkatkan risiko kesehatan dan kekeringan,” kata Deputi Klimatologi BMKG, Herlina Panjaitan, saat dikonfirmasi, Selasa (22/10).

BMKG juga menegaskan bahwa pola suhu ekstrem kini tidak lagi hanya terjadi pada puncak kemarau, melainkan menyebar hampir sepanjang tahun.
“Kami mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat memperhatikan peringatan dini terutama untuk kelompok rentan seperti balita, lansia, dan pekerja luar ruangan,” tambahnya.

Proyeksi Ke Depan

WMO memperingatkan bahwa tanpa percepatan mitigasi iklim, tambahan hari panas ekstrem secara global dapat meningkat mencapai 70–90 hari per tahun pada 2030. Negara-negara berkembang di Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin diprediksi berada pada garis depan risiko.

(M.Raihan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *