KASUKABUMI — Sebuah bagian dari Hongqi Bridge, jembatan sepanjang 758 meter di Provinsi Sichuan, China, ambruk pada Selasa (11 November 2025) sekitar pukul 15.00 waktu setempat. Ambruknya struktur jembatan ini terjadi hanya beberapa bulan setelah dibuka untuk publik — menimbulkan sorotan terhadap keamanan dan keandalan proyek infrastruktur di area geomorfologi sulit.
Kronologi Kejadian
Jembatan Hongqi merupakan bagian penting dari jalan raya nasional G317 yang menghubungkan wilayah Sichuan dengan Tibet, dan dirancang sebagai jalur strategis dalam pengembangan kawasan barat China.
Menurut keterangan resmi, pada Senin sore (10 November) telah ditemukan retakan di lereng gunung di dekat jembatan serta pergeseran tanah yang signifikan, sehingga pihak berwenang menutup jembatan untuk sementara.
Keesokan harinya, kondisi lereng semakin memburuk dan longsoran tanah memicu ambruknya bagian pendekatan jembatan (approach span) dan koridor jalan menuju struktur utama. Video yang beredar di media sosial memperlihatkan tiang penopang dan bagian dek jembatan runtuh ke jurang dengan ledakan debu tebal.
Pihak otoritas menyebut bahwa tidak ada korban jiwa dilaporkan karena jembatan telah ditutup sebelum ambruk.
Penyebab & Konteks Teknis
Penyelidikan awal mengarah pada faktor ketidakstabilan geologi di area lereng gunung yang selama ini dikenal rawan longsor. Beberapa analis menyebut bahwa meskipun konstruksi jembatan baru saja selesai dan dibuka pada April 2025, lokasi yang dipilih memiliki karakteristik tanah dan batuan yang sulit untuk infrastruktur besar.
Pemerintah lokal dan kontraktor Sichuan Road & Bridge Group menyatakan bahwa mereka akan menyelidiki secara mendalam apakah perencanaan lereng, sistem drainase, atau faktor eksternal seperti gempa bumi dan pengaruh bendungan terdekat ikut berperan.
Implikasi & Reaksi Publik
Ambruknya jembatan ini menimbulkan keraguan terhadap kebijakan ekspansi infrastruktur cepat di wilayah barat China — di mana medan berat dan kondisi geologi menuntut pendekatan yang lebih hati-hati. Beberapa pengguna media sosial menyindir bahwa “infrastruktur baru bisa ambruk sebelum lama” ketika ditangani terburu-buru.
Setidaknya rute utama terputus sementara, dengan kendaraan dialihkan melalui detour yang memakan waktu lebih panjang. Pemerintah provinsi telah mengerahkan tim pakar geoteknik dan struktur untuk evaluasi menyeluruh agar lokasi ini tidak membahayakan wilayah sekitarnya.
Insiden runtuhnya Hongqi Bridge hanya beberapa bulan setelah pembukaan menyoroti tantangan besar dalam pembangunan infrastruktur di zona rawan geologi. Meskipun tidak menelan korban jiwa, peristiwa ini menjadi peringatan bahwa kecepatan pembangunan harus dibarengi dengan studi kelayakan, stabilitas tanah, dan pengawasan kualitas yang ketat.
Masyarakat, pakar, dan pemerintah kini menanti hasil investigasi resmi yang diharapkan memberi pelajaran berharga untuk proyek-proyek besar selanjutnya — terutama di kawasan pegunungan dan wilayah terpencil yang menyimpan potensi geologi tinggi.
(Raihan)












