Kabar Kematian Siswi MTs: Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Fokus pada Pencegahan Perundungan

Sukabumi – Fakta baru kembali muncul dalam kasus kematian siswi Madrasah Tsanawiyah (MTs) berinisial AK (14) di Kabupaten Sukabumi yang diduga mengakhiri hidupnya sendiri. Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sukabumi menyebut, sebelum peristiwa tragis itu, korban sempat mengalami perselisihan dengan kakak kelasnya.

Kasubbag TU Kemenag Kabupaten Sukabumi, Agus Santosa, menjelaskan hasil koordinasi dengan sejumlah pihak menunjukkan adanya komunikasi yang kurang baik antara korban dan kakak kelasnya. Namun persoalan itu diklaim telah diselesaikan secara internal oleh guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah.

“Dari sisi surat wasiat, memang ada sedikit perselisihan antara siswa kelas VIII dan IX. Ada pernyataan dari almarhum, kemudian kakak kelas merasa tidak enak. Tapi permasalahan itu sudah diselesaikan oleh guru BK dan tidak sampai pada kekerasan fisik,” ujarnya.

Pertemuan tersebut juga dihadiri unsur Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi, Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Polres Sukabumi, serta pihak MTsN 3 Sukabumi. Forum lintas lembaga itu, kata Agus, menjadi ajang evaluasi bersama agar kejadian serupa tak kembali terjadi.

“Forum ini tidak mencari siapa yang salah dan benar, tapi menjadi evaluasi bersama agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Kita berkolaborasi dengan Forkopimda, DP3A, kepolisian, dan Komisi IV untuk langkah pencegahan dan edukasi terhadap bahasa-bahasa perundungan,” jelasnya.

Agus menyoroti bahwa bentuk perundungan di sekolah kerap dianggap candaan oleh pelajar, padahal bisa berdampak serius pada kondisi psikologis anak. “Ada bahasa-bahasa yang dikira komunikasi biasa, tapi sebenarnya bentuk perundungan verbal. Misalnya menyebut teman dengan kata yang tidak pantas, dianggap bercanda, padahal bisa menyakiti perasaan orang lain,” tuturnya.

Ia menegaskan Kemenag bersama DP3A terus melakukan pendampingan terhadap keluarga korban, serta mendorong sekolah agar lebih peka dalam mendeteksi gejala perundungan di lingkungan pendidikan. “Kami fokus untuk menyelamatkan anak didik dan melindungi mereka. Semua pihak, baik sekolah maupun keluarga, harus lebih peka terhadap perubahan perilaku anak,” tegas Agus.

Saat ini, proses penyelidikan terkait dugaan perundungan terhadap AK masih berlangsung. Agus menyebut belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. “Untuk proses hukumnya, kami serahkan kepada pihak berwenang. Tapi karena yang terlibat masih anak-anak, semuanya mendapatkan pendampingan dari DP3A,” pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, AK, siswi MTs Negeri di Kecamatan Cikembar, ditemukan meninggal dunia di rumahnya pada Selasa malam (28/10/2025). Dari lokasi kejadian, polisi menemukan secarik surat tulisan tangan yang diduga berisi pesan terakhir korban. Surat tersebut ditulis dengan campuran bahasa Sunda dan Indonesia, dengan sapaan “eneng”, dan terlihat bergetar di beberapa bagian seolah ditulis dalam kondisi emosional.

Dalam surat itu, korban menulis bahwa dirinya sering tersakiti oleh ucapan dan sikap teman sekelasnya, hingga merasa lelah dan ingin mencari ketenangan. Ia bahkan sempat menuliskan keinginan untuk pindah sekolah karena tak lagi betah dengan suasana di kelas.

“Eneng beres dibikin nyeri ku perkataan babaturan di kelas ku omongan, sikap. Eneng beres cape, eneng cuman hayang ketenangan,” tulis korban dalam salah satu penggalan surat tersebut.

Pada halaman kedua, AK meminta maaf kepada orang tua, guru, dan teman-temannya, sambil menyebut beberapa nama yang diduga berkaitan dengan persoalan di sekolah. Kalimat terakhir dalam surat itu semakin menguatkan dugaan bahwa korban mengalami tekanan sosial dan perundungan sebelum meninggal dunia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *