Sukabumi, 5 Agustus 2025
Para ilmuwan mencatat bahwa 5 Agustus 2025 menjadi hari terpendek sepanjang tahun, setelah durasi rotasi Bumi tercatat lebih cepat dari biasanya. Berdasarkan laporan dari International Earth Rotation and Reference Systems Service (IERS), hari ini tercatat lebih singkat sekitar 1,2 milidetik dibandingkan durasi normal 86.400 detik (24 jam).
“Rotasi Bumi hari ini hanya membutuhkan sekitar 86.398,8 detik atau 23 jam, 59 menit, 58,8 detik. Ini menjadikannya hari terpendek yang tercatat dalam lima tahun terakhir,” ujar Prof. Dimas Wirajaya, ahli geofisika dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam keterangan tertulis.
Perubahan ini, meskipun sangat kecil dan tidak terasa secara langsung oleh manusia, menjadi perhatian bagi para ilmuwan dan teknisi sistem waktu global. Sebab, perubahan durasi rotasi Bumi dapat memengaruhi sistem navigasi, komunikasi satelit, dan penyesuaian waktu universal (UTC).
IERS saat ini sedang mempertimbangkan langkah negative leap second—yaitu pengurangan satu detik dari hitungan waktu resmi dunia—guna menyesuaikan kembali akurasi waktu dengan pergerakan Bumi.
“Fenomena ini dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari aktivitas inti Bumi, pergeseran massa es di kutub, hingga perubahan pola angin global. Semua ini berkontribusi terhadap variasi kecil dalam kecepatan rotasi,” tambah Prof. Dimas.
Sebagai informasi, sejak pengukuran presisi menggunakan jam atom dikembangkan pada 1960-an, para ilmuwan telah memantau pergeseran rotasi Bumi secara reguler. Umumnya, penambahan atau pengurangan detik kabisat dilakukan setiap beberapa tahun untuk menjaga akurasi waktu dunia.
Menurut pengamatan para peneliti, kecenderungan Bumi untuk berotasi lebih cepat telah muncul sejak awal dekade 2020-an. Pada tahun 2020, rekor hari terpendek sebelumnya tercatat pada 19 Juli dengan kecepatan rotasi yang mendekati 86.399 detik.
Meski demikian, masyarakat tidak perlu khawatir. “Tidak ada efek langsung yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun untuk kepentingan teknis, penyesuaian waktu tetap penting,” tegasnya.
Hingga saat ini, IERS bersama lembaga internasional lainnya masih memantau perkembangan lebih lanjut untuk menentukan apakah tren percepatan ini bersifat sementara atau permanen.
Penulis : Muhammad Raihan