TNGGP Tertibkan 2.658 Pendaki Ilegal Selama Libur Panjang di Gunung Gede-Pangrango

Sukabumi, 2 Juni 2025 – Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) berhasil menertibkan 2.658 pendaki ilegal yang mencoba mendaki tanpa izin resmi selama libur panjang dari 29 Mei hingga 1 Juni 2025.

Ketua Tim Kerja Data, Evaluasi, Pelaporan, dan Kehumasan TNGGP, Agus Deni, menjelaskan bahwa pihaknya telah menempatkan petugas secara intensif di jalur pendakian ilegal selama 24 jam. Langkah ini bertujuan untuk mencegah masuknya pendaki tanpa Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) dan menjaga kelestarian kawasan.

“Pada 30 Mei, kami menjaring 687 pendaki ilegal, dan pada 31 Mei sebanyak 1.971 orang. Semua tanpa izin resmi dan langsung diminta turun,” papar Agus, dikutip dari Antara, Senin (2/6/2025).

Petugas tidak hanya meminta para pendaki untuk turun, tetapi juga mendata identitas mereka dan memberikan pembinaan di lokasi. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa sebagian pendaki memperoleh ‘izin’ dari pihak-pihak tidak resmi yang mengatasnamakan base camp.

Agus menegaskan bahwa hanya beberapa penyelenggara pendakian yang diakui secara resmi oleh TNGGP, seperti Basecamp GEPANGKU, KOBEL ADVENTURE, Usaha Sajalur Salam Rimba (USSR), dolan.gedepangrango, dan mt_gedepangrango. Pihak di luar ini tidak berwenang mengelola pendakian di kawasan Gunung Gede-Pangrango.

TNGGP bersama pihak berwenang akan menindaklanjuti pelanggaran ini sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk jika ada oknum dari internal petugas, Hiking Organizer (HO), atau pengunjung yang melanggar aturan konservasi.

Saat ini, TNGGP telah mengganti sistem SIMAKSI dengan sistem barcode yang memuat data lengkap calon pendaki melalui pendaftaran online. Pendaki diwajibkan melampirkan dokumen penting seperti surat keterangan sehat, serta surat pernyataan bagi yang berusia di bawah 16 tahun atau di atas 60 tahun, dengan syarat pendampingan demi keselamatan.

Gunung Gede-Pangrango dikenal sebagai salah satu destinasi wisata alam favorit, terutama bagi warga Jabodetabek dan sekitarnya. Kegiatan pendakian masih menjadi daya tarik utama di kawasan tersebut.

“Untuk meningkatkan pelayanan, kami telah menerapkan sistem pendaftaran online, kuota harian maksimal 600 orang, serta melibatkan masyarakat lokal dan relawan dalam pengelolaan wisata. Kami juga terus memantau kondisi cuaca dan melakukan penutupan jalur secara berkala jika diperlukan,” tutup Agus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *