Sukabumi, 24 Maret 2025
Gelombang kreativitas baru sedang bergerak di industri musik, dan salah satu teknik yang kini menjadi sorotan adalah interpolasi — sebuah cara menghidupkan kembali unsur musikal lama tanpa mengambil rekaman aslinya. Tren ini semakin terlihat di Indonesia setelah sejumlah pelaku industri, termasuk DJ Whisnu Santika dan produser musik Dimas Ario, secara terbuka membahas urgensinya: bukan hanya sebagai pilihan artistik, tetapi juga sebagai praktik yang sah secara hukum.
Dalam sebuah forum diskusi komunitas produser musik pekan ini, Whisnu menyampaikan bahwa interpolasi membuka ruang lebih luas dibanding sampling. “Dalam interpolasi, kita bukan sekadar meminjam. Kita membangun ulang. Ada proses kreatif baru yang memberi identitas berbeda pada komposisi,” ujar Whisnu.
Musik sebagai Dialog Lintas Zaman
Di tengah persaingan industri digital, di mana lagu viral sering menjadi uji coba paling langsung keberhasilan karya, interpolasi dianggap sebagai jembatan antara nostalgia dan inovasi. Produser Dimas Ario menilai bahwa fenomena ini tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan bagian dari dinamika sejarah musik global.
“Musik selalu bergerak dalam siklus. Interpolasi membuat siklus itu terasa hidup — bukan sekadar meniru masa lalu, tetapi mengejewantahkannya ke bahasa produksi masa kini,” jelas Dimas.
Bagi pendengar generasi baru yang mungkin tidak tumbuh bersama versi asli sebuah lagu, interpolasi bekerja sebagai pintu masuk — sebuah ‘perkenalan ulang’ yang relevan.
Kenapa Interpolasi Kian Dipilih Produser?
Beberapa alasan yang mendorong popularitasnya di industri:
• Aspek Hukum Lebih Mudah Hanya izin publishing rights, tidak butuh izin master.
• Kreativitas lebih luas aransemen dibuat ulang sehingga tetap “fresh”.
• Potensi Viral Tinggi Nostalgia + modernisasi = daya tarik ganda
• Lebih Ramah untuk Produser Baru dan tidak perlu akses langsung ke label besar
Tidak heran jika interpolasi kini banyak dijumpai pada musik pop EDM, house, electronic RnB, hingga soundtrack media digital.
Landasan Legal: Aman Jika Izin Komposisi Diurus
Di Indonesia, interpolasi dilindungi UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, selama rekaman asli tidak diambil dan izin penggunaan unsur komposisi (melodi/lirik) diberikan oleh pemegang hak. Artinya:
• Tidak termasuk plagiarisme, selama konstruksinya baru
• Bisa dinegosiasikan resmi lewat publisher
• Proses legal jelas dan terbuka
Seorang konsultan hak cipta musik yang hadir dalam forum menjelaskan, “Justru interpolasi sering dianggap lebih etis daripada sampling, karena produser membangun ulang karya, bukan menempelkan potongan rekaman lama.”
Dampaknya pada Ekosistem Musik Lokal
Tren ini juga memperkuat posisi musisi independen. Lewat interpolasi, produser baru dapat menghidupkan kembali tema musikal yang kuat tanpa mengorbankan orisinalitas.
“Ini sehat bagi ekosistem, karena tradisi musikal tetap diwarisi, bukan dilupakan,” tambah Dimas.
Dalam konteks industri global, The Weeknd dan Miley Cyrus telah membuktikan bahwa interpolasi bisa menjadi tulang punggung lagu yang mendominasi chart internasional. Di Indonesia, tren ini juga mulai naik di skena elektronik festival dan remix kreatif.
Evolusi, Bukan Sekadar Tren Sesaat
Bagi banyak pelaku kreativitas, interpolasi bukan sekadar teknik — ia adalah bentuk evolusi penyampaian rasa musikal. Jika sampling mewakili arsip suara, maka interpolasi adalah interpretasi atas memori.
“Yang kita bangun adalah kesinambungan budaya musik,” kata Whisnu. “Genre mungkin berubah, tetapi rasa musikal yang kita warisi tetap hadir, meski dalam bentuk baru.”
(M.Raihan)












