SUKABUMI – Di tengah sorotan terhadap aksi intoleransi di Sukabumi, seperti perusakan sebuah vila tempat kegiatan keagamaan umat Kristiani, terdapat potret berbeda yang menunjukkan keharmonisan antar umat beragama. Contoh nyata ini bisa ditemukan di Vihara Dewi Kuan Im, yang terletak di Desa Cibutun, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi.
Vihara yang berdiri di tengah alam perbukitan Loji ini bukan sekadar tempat ibadah umat Buddha, tetapi juga menjadi ruang bersama bagi masyarakat lintas agama. Warga sekitar, mayoritas Muslim, turut terlibat dalam kegiatan perawatan vihara, bahkan banyak dari mereka menjadi staf tetap.
Salah satu tokoh sentral vihara ini adalah Wiryanto, yang lebih dikenal dengan panggilan Papih. Ia mengisahkan bahwa keterlibatannya di vihara sudah berlangsung lebih dari dua dekade. “Saya memang tidak lagi menjabat sebagai ketua yayasan secara resmi, tapi karena sudah lama mengenal almarhumah Bunda Airin, saya tetap merasa bertanggung jawab untuk mengelola dan menjaga tempat ini,” ujarnya.
Papih juga menyebut bahwa vihara ini tidak eksklusif untuk umat Buddha. Banyak pengunjung Muslim datang untuk berziarah atau sekadar berdoa di pendopo yang tersedia. “Kami tidak membedakan siapa yang datang. Kalau mau berdoa, silakan. Yang penting saling menghargai,” katanya.
Selain terbuka secara spiritual, vihara ini juga aktif dalam kegiatan sosial. Papih menambahkan, “Setiap tahun kami salurkan bantuan sembako ke masyarakat sekitar. Donaturnya pun datang dari berbagai kalangan, bukan hanya umat Buddha.”
Prabu, menantu dari Bunda Airin, juga menceritakan bahwa keterbukaan sudah menjadi semangat sejak vihara ini berdiri. “Banyak pengunjung Muslim datang karena keyakinan pribadi mereka. Kami tidak pernah melarang, selama tetap menjaga kesopanan,” ujarnya. Ia juga menegaskan bahwa vihara menyediakan ruang khusus bagi umat Muslim yang ingin salat, meskipun tidak berbentuk musala secara formal.
Menurut Prabu, sebagian besar pengunjung yang datang ke altar Ibu Ratu, Semar, dan Prabu Siliwangi justru berasal dari kalangan Muslim. “Kami tidak pernah memungut biaya, dan semua orang boleh datang untuk berziarah, berdoa, atau sekadar melihat-lihat. Yang penting menjaga kebersihan dan ketertiban,” jelasnya.
Papih pun mengungkap bahwa hampir seluruh pengurus dan karyawan vihara merupakan Muslim. “Selama ini tidak pernah ada masalah. Mereka justru sangat mendukung keberadaan vihara ini,” kata Papih, yang juga dikenal sebagai donatur utama dalam menjaga operasional vihara.
Dalam situasi di mana praktik intoleransi masih terjadi di berbagai tempat, kehadiran Vihara Dewi Kuan Im menjadi bukti bahwa kehidupan lintas iman yang damai dan penuh saling menghormati tetap bisa terwujud, bukan sekadar dalam wacana, melainkan dalam praktik nyata sehari-hari.